Pahlawan kita kali ini adalah sosok yang teguh dalam perjuangan. Telah bergelut dalam kancah jihad dan perlawanan sejak meletus intifadhah al Aqsha pertama (1986). Kala itu, dia bergabung dengan kelompok kiri Palestina, bukan karena keindahan dan keshahihan prinsip dan ideologinya. Namun karena dia melihat, kelompok inilah, kala itu, yang melontarkan prinsip perjuangan bersenjata yang dia anggap, pada saat itu, sebagai solusi yang ideal bagi pembebasan tanah suci Palestina. Namun keterlibatannya dalam barisan kelompok kiri tidak berlangsung lama. Hanya dalam jagka waktu setahun setelah bergumul dengan para aktivis islam, di mana dia ditahan di penjara Nageb, hidayahpun dia peroleh. Selanjutnya dia bergabung dengan Gerakan Perlawanan Islam Hamas. Berangsur beriring dengan perjalanan waktu jihad dan perlawanan, pihak Hamas menyerahkan kepemimpinan sayap militernya di daerah Jenin ke tangannya selama kurang lebih sepuluh tahun. Dari sana, Syaman Shubh menyongsong kesyahidan, gugur sebagai syuhada’. Syaman Shubh, beliau dilahirkan dalam keluarga besar terdiri dari delapan bersaudara. Lima perempuan dan tiga laki-laki, sedang dia adalah anak yang keempat. Keluar dari al Azhar tahun 1956, kemudian tinggal bersama keluarga besarnya yang cinta akan perlawanan dan pengorbanan. Pamannya, Ahmad Shubh gugur syahid pada tahun 1948 dalam sebuah aksi perlawanan menghadapi penjajahan yang berkobar di seantero Palestina ketika itu. Beliau gugur syahid di pinggiran kota Jenin dekat desa el Mizar, wilayah yang dirampas penjajah Israel pada tahun 1948. Sementara sepupu atau anak pamannya, Mahmud Shubh sampai hari ini masih mendekam dalam penjara Israel Ramlah. Beliau dihukum dengan vonis penjara 25 tahun kurungan, dengan tuduhan berniat melakukan aksi syahid (amaliyah istisyhadiyah). Sedang saudara kandungnya, Fa’ur, adalah sosok lain yang menjadi buron utama di wilayahnya dalam intifadhah pertama. Fa’ur ditangkap dan diwajibkan lapor sejak tahun 1988. Selanjutnya pada tahun 1993, Fa’ur ditahan selama tiga bulan dengan tuduhan melakukan aksi perlawanan intifadhah. Adapun Abdul Nashir Shubh, yang juga anak paman Syaman telah divonis mahkamah militer Israel 25 tahun penjara, setelah sebelumnya pihak militer Israel menghancurkan tiga rumah keluarganya. Itu dilakukan militer Israel untuk menekan keluarga agar menyerahkan Abdul Nashir karena dituduh membunuh antek-antek Israel. Kemudian dibebaskan pada tahun 1996 setelah ada tukar-menukar tahanan antara Israel dan pihak Palestina. Syaman menikah pada tahun 1998, mulai meletakkan bata pondasi untuk membangun keluarga kecil setelah menikahi seorang gadis shalehah dari keluarga terhormat, yakni putri paman asy Syahid Raghib Garadat, pelaku aksi amaliyah istisyhadiyah Haifa pada bulan April 2002 yang lalu. Dari pernikahannya ini, Syaman dianugerahi seorang gadis mungil yang sampai sekarang belum genap berusia dua tahun, diberi nama Islam. Bersamaan dengan tahun pernikahannya, asy Syahid melanjutkan studinya di Universitas Terbuka al Quds di kota Jenin, dengan mengambil spesialisasi (takhashush) bidang “Pengabdian Masyarakat”. Artinya, sebelum Syaman menyongsong kesyahidan, dia telah memasuki tahun keempat masa perkuliahan. Dikalangan mahasiswa, beliau terkenal sebagai mahasiswa yang aktif dan giat memberikan bantuan kepada para mahasiswa lewat organisasi kutlah islamiyah (asosiasi islam). Dalam berbagai peristiwa dan perayaan beliau selalu berbicara lewat organisasi ini. Disampaing itu beliau juga dikenal sebagai mahasiswa yang memiliki keluasan wawasan (tsaqafah) dan kemampuan menulis esay dan syair. Interaksi mujahid Syaman dengan aksi perlawanan, bisa dibilang, telah dimulai sejak dini, begitu juga saat dia terjun dan aksi perlawanan. Mujahid Palestina yang lahir tahun 1974, ini telah sempat dipenjara pada bulan keenam tahun 1990 atas tuduhan kepemilikan senjata. Artinya, belum genap usianya 16 tahun dia telah merasakan pengapnya penjara el Nageb, berpindah dari penjara ke penjara lain, dari penjara Magedo ke Nablus Pusat kemudian dibebaskan setelah enam bulan dalam kurungan. Namun, titik perubahan pola pikir Syaman dalam memandang kehidupan ini terjadi setelah dia ditangkap untuk yang kedua kalinya (1993). Kali ini dia dituduh ikut serta dalam sebuah organisasi bersenjata dan divonis dua tahun penjara. Dia pun keluar dengan wujud Syaman yang baru, seorang pejuang yang memiliki kerinduan besar pada pola pikir islami. Dia keluar dari penjara dengan karakter baru, dengan pola pikir, cita-cita serta dan visi islami. Namun demikian, kesempatan bebas yang dia peroleh tidaklah begitu besar. Enam bulan setelah bebas, Syaman kembali masuk penjara Israel Magedo selama enam bulan. Kali ini, penahanan dia harus diperpanjang hingga empat kali karena dituduh melakukan aksi-aksi dan aktifitas berasama Gerakan Perlawanan Islam Hamas. Pada tahun 1996, Syaman dibebaskan dari penjara Magedo berkenalan dengan pemimpin sekaligus gurunya, Syahid Nashr Jarar. Beliau adalah orang pertama dari Jenin yang bergabung dengan Brigade Izzuddin al Qassam, beliaulah pemimpin dan putra daerahnya (Syaman) yang gugur empat bulan sebelum kemudian menyusul dirinya (Syaman). Peristiwa itu sendiri terjadi setelah pasukan Israel dengan kekuatan besar menggepur rumah tempat pertahanannya di Jenin. Syaman bebas dari penjara Israel pada akhir tahun 1996, untuk kemudian mengarungi pengalaman baru dalam penjara dinas intelijen pemerintah Palestina. Selama duapuluh hari ditahan, Syaman harus menghadapi interogasi ketat sebelum kemudian dilepaskan. Ketika meletus intifadhah kedua, intifadhah al Aqsha kali ini, mujahid Syaman memulai aktifitasnya dengan bergabung bersama sayap militer Gerakan Perlawanan Islam Hamas, Brigade Izzuddin al Qassam. Ketika pihak militer menggelar operasi Pagar Perlindungan (as sur al wiqa’i), asy Syahid Syaman dimasukan dalam daftar orang-orang yang harus ditangkap dan dihabisi. Saat itu, pihak militer telah melancarkan serangan ke desa Barqain untuk menangkapnya, namun ternyata nama Syaman tak ada di antara nama-nama orang-orang Palestina yang berhasil dicokok. Bahkan saat itu, dia dengan santai dapat berjalan melewat tank-tank Israel dengan aman, setelah Allah menganugerahkan keselamatan dan keutamaan buatnya. Mengenai peristiwa ketika itu, saudara kandung Syaman, Fa’ur mengatakan, ”Setelah pasukan Israel yang mengepung dan menyerbu kota meminta warganya bergerak menuju sekolah dasar (SD) untuk melakukan identifikasi. Saat itu Syaman bersama rekan-rekannya yang berada di perkampungan dikejutkan oleh pasukan Israel. Dengan terpaksa, dia pun digiring menuju sekolah dasar di mana orang-orang palestina dikumpulkan dalam sebuah ancaman dan todongan senjata. Terpaksa Syaman masuk sekolahan, kemudian memutar punggung dan balik menuju rumah. Dia pun dicegat oleh serdadu-serdadu Israel yang berada di tank-tank mereka dekat gerbang sekolahan, ”Mau pergi kemana kau?”, Tanya salah seorang serdadu. Syaman segera menyahut, ”Mereka telah memeriksa identitas saya serta meminta saya untuk pulang ke rumah.” Namun kegagalan pasukan Israel menangkap Syaman ini telah menjadikan kota tersebut sebagai sasaran serangan secara kontinyu. Bahkan serangan besar berikutnya kembali digelar Israel pada 11 Mei 2002 dan menyekap keluarga Syaman sejam penuh, menyerahkan Syaman atau dihancurkan rumah mereka. Dan selanjutnya, enam meriam tank dilepaskan ke rumah keluarga Syaman hingga lumat terbakar. Penghancuran juga dilakukan atas rumah saudara Syaman, Fa’ur dan rumah orang tuannya dengan menembakkan beberapa meriam. Perlawanan pun tak terhindarkan ketika itu. Syaman bukanlah sosok yang pelit untuk berkunjung dan berziarah ke rumah keluarga dan kerabatnya. Namun kebanyakan dia datang ke rumah kapan saja setiap ada kesempatan. Sehari sebelum operasi pembunuhan atas dirinya, ketika itu Syaman sedang menghabiskan siangnya di rumah keluargannya. Saudara-saudaranya menegaskan, hari itu dia bersama saudara-saudaranya menyaksikan film yang mengisahkan sisi jihad yang dialami rakyat muslim Chehnya berjudul ”Jahim el Rus” (neraka Rusia), yang mampu menghidupkan semangat kepahlawanan dan pengorbanan mereka. Tepat pukul satu lewat 25 menit, Senin siang 23 Desember 2002 seorang warga Palestina bernama Musthafa Jalal Sholeh (30) sedang mengendarai traktor pertanian berwarna merah didampingi oleh Syaman Husain Muhammad Shubh (29). Kedua orang yang menjadi buron militer Israel tersebut dikejutkan oleh rombongan anggota kesatuan khusus Israel dengan mobil bersepanduk Palestina. Tepatnya ketika keduanya sampai di daerah bernama Wadiy Hasan, berjarak sekitar 3 kilometer arah barat laut desa Barqain, pinggiran kota Jenin. Keduanya tergagap ketika anggota kesatuan khusus tersebut menghujani keduanya dengan tembakan yang bertubi-tubi, aksi yang kemudian menghantarkan keduanya menggapai syahid seketika itu juga, setelah masing-masing menderita lebih dari sepuluh tembakan, antara kepala dan dada. Demikan dinyatakan sumber-sumber medis di rumah sakit pemerintah Khalil Sulaiman. Peluru-peluru yang menghajar bagian atas korban, terutama kepala bagian belakang dan leher, tersebut sengaja ditembakkan dari jarak tidak lebih dari 50 meter. Sebelum ada seorang pun yang sampai ke lokasi kejadian, militer Israel telah mengerahkan pasukan dengan tank-tank untuk membombardir jalan-jalan yang menghubungkan lokasi kejadian dengan daerah lainya. Dalam waktu bersamaan, militer Israel melancarkan serangan sengit ke kota Jenin secara tiba-tiba, yang membuat situasi mencekam di antara warga kota tersebut. Operasi serangan itu sendiri sengaja dilakukan untuk menutupi tindak kejahatan kesatuan khusus mereka, juga untuk memberikan kesempatan para eksekutor untuk menarik diri dari lokasi kejadian menuju barak militer Israel di KM 2 sebelah barat laut lokasi kejadian. Kedua mujahid kita ini pun akhirnya ikut meramaikan barisan para syuhada Palestina, khususnya dari kota Barqain yang jumlahnya telah mencapai sepuluh syuhada’. Selamat jalan wahai mujahid islam, surga Allah yang abadi telah menantimu bersama para nabi, syuhada’ dan orang-orang yang jujur (pada Rabbnya), insya Allah… (seto)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar