Penulis : Rachmat Adhani | |
Politisi ternyata berperan penting dalam menghidupkan kembali gagasan bahwa campur tangan dalam industri individu dan perusahaan dapat mendorong pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja. | |
Di Eropa, dari Berlin ke Brussels, permintaan akan kebijakan industri sudah kembali. Pemerintahan Jepang yang baru menanggapi apa yang dilihatnya sebagai kebijakan yang semakin agresif dari pesaing asing dengan memperdalam hubungan antara dunia bisnis dan negara. Di Amerika Serikat, Barack Obama, pemilik efektif dari General Motors dan serangkaian perusahaan Wall Street, telah berbalik pada pendekatan-laissez faire masa lalu: sebuah inisiatif industri strategis sedang berlangsung. Kepanikan atas pertumbuhan ekonomi di negara-negara kaya menjelaskan banyak hal tentang campur tangan negara yang baru dalam bisnis. Setelah terjadi gelembung properti dan keuangan, sejumlah perusahaan yang memiliki pengaruh mendesak pemerintah untuk membuat kebijakan yang mendukung industri manufaktur. Bail-out dan miliaran dolar pengeluaran untuk stimulus, namun dibenarkan pada saat itu, mengakibatkan pemerintah kembali tenggelam dalam kebiasaan intervensi. Kasus Fannie Mae dan Freddie Mac, perusahaan pembiayaan perumahan raksasa di Amerika, menggambarkan betapa berbahayanya campur tangan negara (jaminan negara secara implisit mendistorsi pasar hipotek dengan konsekuensi yang fatal) dan sulitnya menyerah: setelah menyelamatkan dua perusahaan itu, pemerintah Amerika bahkan tidak punya rencana untuk menarik dananya keluar. Dan politisi Barat nampaknya juga terpengaruh kesuksesan negara-negara berkembang seperti Brazil, India dan China, di mana peran negara yang besar dalam dunia usaha nampaknya bekerja dengan baik. Sembilan dari 30 perusahaan terbesar di dunia adalah perusahaan dari negara berkembang dimana pemerintah menjadi pemegang saham mayoritasnya. Pada 1980-an, kebijakan industri terakhir kali menjadi tren, Barat kagum pada Jepang dan kekuatan perusahaannya yang luar biasa. Sekarang mereka kagum pada China dan kekuatan ”kapitalis” pemerintahnya. Namun yang menjadikan China tumbuh luar biasa ternyata adalah minimalisasi peran negara dan membuka negerinya untuk kepentingan perusahaan swasta dan dunia. Orang seperti Li Shufu, yang menjalankan Geely, perusahaan mobil yang baru saja membeli Volvo, adalah pengusaha, bukan birokrat. India yang sangat sukses dengan industri perangkat lunak dan industri pemrosesannya bukan didorong oleh kerja keras pemerintah, tetapi justru karena perusahaan swasta yang tumbuh pesat. Di Brazil, bank pembangunan milik negara yang sedang berkembang, BNDES, justru pendanaannya ditopang oleh pihak-pihak di luar pemerintah. Perusahaan-perusahaan seperti Petrobras (minyak), Vale (pertambangan) dan Embraer (pesawat) memang diciptakan oleh pemerintah. Tapi mereka semua berkembang karena mereka diprivatisasi, dan dipaksa untuk bersaing dengan perusahaan asing sejak era 1990-an. Privatisasi dan iklim persaingan kemudian diciptakan dalam waktu singkat, dimana hal tersebut tidak mudah terwujud dalam satu dekade di masa lalu. Sementara itu di negara-negara kaya, kebijakan industrial selalu terbukti tidak ampuh. Sederetan kegagalan yang mahal seperti Minitel (perusahaan jaringan komunikasi asal Perancis yang kolaps dengan adanya internet) dan British Leyland (sebuah perusahaan mobil yang dinasionalisasi). Namun banyak pembenaran baru diciptakan bagi pemerintah untuk memilih pemenang, dan pecundang manja, akan tetap menjadi ide lama yang buruk. Berkat globalisasi dan meningkatnya ekonomi informasi, ide-ide baru masuk ke pasar lebih cepat daripada sebelumnya. Tidak ada birokrat yang bisa meramalkan kesuksesan Nestlé Nespresso sistem kopi-kapsul sama seperti meramalkan kendaraan, penyedot debu, dan karpet berumbai akan menjadi sebagian dari industri yang tumbuh paling cepat di Amerika pada tahun 1970-an. Pemerintah mengabaikan potensi inovasi pada produk konsumen atau jasa dan tergoda oleh sektor industri berteknologi super canggih. Perlombaan global untuk menciptakan pekerjaan ramah lingkungan merupakan contoh terbaru. Dipimpin oleh China dan Amerika, dukungan untuk teknologi ramah lingkungan menjadi salah satu upaya kebijakan industrial terbesar yang pernah ada. Spanyol yang dibutakan oleh masa depan energi panas, menyubsidi industri secara besar-besaran sehingga pada tahun 2008 negara tersebut memiliki dua-perlima sumber kekuatan panas dunia. Walaupun subsidi sudah dipangkas, tetapi tagihannya masih berjumlah miliaran. Tentu saja, tidak semua uang pemerintah yang menjadi sia-sia. Internet dan microwave oven merupakan contoh produk sukses yang didanai pemerintah; padahal dulunya dianggap sebagai hal yang aneh. Sejumlah pemerintahan seperti Amerika dan Israel, telah memberikan kontribusi bermanfaat untuk pengembangan awal jaringan modal usaha. Beberapa pendukung kebijakan industri berpendapat bahwa pemerintah, seperti perusahaan farmasi atau perusahaan bermodal kecil, hanya harus meningkatkan jumlah taruhannya dalam rangka meningkatkan target pengembaliannya. Tapi itu adalah cara angkuh untuk berperilaku dengan uang pembayar pajak. Dan dana masyarakat memiliki kebiasaan aneh untuk mengalir dalam proyek-proyek yang terkait dengan politik. Untungnya, sekarang ada beberapa batasan yang kuat untuk pemerintah supaya tidak ikut campur dalam bisnis. Dalam masa berhemat, mereka harus membayar atas proyek industri yang megah. Uni Eropa juga mengatur beberapa batasan pada pemerintah untuk memberikan bantuan khusus bagi perusahaan-perusahaan tertentu. Itu poin yang pertama dari tiga ide yang lebih masuk akal untuk dilakukan dalam rangka mengamankan masa depan ekonomi dunia. Langkah cepat untuk mendorong lingkungan bisnis, pasar tenaga kerja lebih fleksibel, aturan pajak yang lebih sederhana akan lebih efektif daripada memberi bantuan untuk perusahaan atau sektor tertentu. Kompetisi akan melakukan jauh lebih banyak untuk pekerjaan daripada memanjakan perusahaan. Kedua, pemerintah harus berinvestasi dalam infrastruktur yang mendukung inovasi, dari energi ramah lingkungan sampai dengan proyek penelitian dasar dan dunia pendidikan. Ketiga, pemerintah harus mendorong pemenang muncul dengan sendirinya, misalnya melalui semacam penghargaan atau insentif yang berkembang semakin populer. Semua ini menggairahkan politisi sebanyak melakukan kampanye dan membagi-bagikan uang di depan kamera. Tapi negara-negara kaya memiliki pilihan yang jelas: belajar dari kesalahan masa lalu, atau menyaksikan perusahaan-perusahaan yang dikelola secara buruk tumbuh menjadi monster yang sesungguhnya. |
Negara dan Bisnis
Senin, 11 Oktober 2010
Diposting oleh
singgit
di
04.31
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar