Cina- Amerika: Menonton Pertarungan Koboi Versus Naga

Senin, 11 Oktober 2010

Tanggal 22 dan 23 maret kemarin, dalam artikel ini dan ini, Kompas dua hari berturut-turut menurunkan berita tentang ekspansi Cina membangun pengaruh di Asia Tengah.

Sebelumnya pada awal tahun 2009, Hu Jintao, presiden RRC melakukan safari ke Afrika yang kemudian diikuti dengan aksi menebarkan investasi yang hampir merata di semua negara afrika, mulai yang terkecil sebesar 330 juta euro untuk investasi di bidang pertambangan uranium, minyak dan konstruksi di Niger, sampai yang terbesar untuk Sudan dan Ethiopia masing-masing sebesar 15 miliar Euro. Di Sudan Cina menggelontorkan uang sebanyak itu untuk berinvestasi di bidang perminyakan, pertanian dan konstruksi, sementara di Ethiopia Cina menginvestasikan uang sebanyak itu untuk membangun bendungan, perumahan, jalan dan telekomunikasi (lengkapnya lihat http://www.lefigaro.fr/assets/pdf/090210-AFRIQUE-CHINE-V2.pdf ). Apa yang dilakukan oleh Cina di Afrika ini benar-benar membuat gentar eropa, terutama perancis yang memiliki hubungan khusus dengan Afrika karena hampir setengah benua ini adalah bekas jajahan mereka dan sampai saat ini pun tetap menggunakan bahasa Perancis sebagai bahasa Nasional. Le Figaro, salah satu koran paling berpengaruh di negara ini sampai merasa perlu menurunkan berita khusus untuk mengulas apa yang dilakukan oleh Cina di Afrika ini dalam artikel ini le Figaro menyalahkan sikap perancis yang selama ini kurang begitu mempedulikan Afrika sehingga peluang pun disambar oleh Cina (baca : http://www.lefigaro.fr/economie/2009/02/10/04001-20090210ARTFIG00462-pekin-profite-des-faiblesses-francaises-en-afrique-.php)

Berita-berita yang diturunkan oleh Kompas dan Le Figaro ini menunjukkan tanda-tanda yang begitu jelas kalau di abad ke 21 ini Cina akan dengan serius menggerogoti dominasi eropa dan terutama Amerika dalam politik dan ekonomi internasional yang telah menjadi hegemoni sejak berakhirnya perang dunia kedua. Sekarang dunia melihat Cina begitu giat berusaha membangun pengaruh kuat dalam pergaulan internasional.

Dari segi ekonomi apa yang dilakukan Cina ini bisa dipahami sebagai usaha Cina untuk membuka pasar baru bagi produk-produk yang mereka hasilkan. Karena sebagaimana ekonomi Amerika belakangan ini semakin lama semakin tidak sehat karena begitu bergantung pada konsumsi, ekonomi Cina juga juga tidak sehat, tapi dengan alasan yang berbanding terbalik dengan Amerika. Ekonomi Cina tidak sehat karena justru sangat tergantung pada produksi tanpa didukung oleh kemampuan konsumsi yang memadai.

Ekonomi bisa dikatakan sehat wal afiat adalah ketika kemampuan produksi bisa diimbangi oleh kemampuan konsumsi. Situasi seperti inilah yang membuat Indonesia secara konyol selamat dari terjangan krisis global yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Saya katakan konyol karena situasi seperti ini terjadi bukan karena didesain sedemikian rupa oleh pemerintah Indonesia, tapi situasi seperti ini terjadi justru karena ketidak mampuan pemerintah Indonesia memacu ekspor. (Jadi teringat ketika dulu ketika krisis ini terjadi saya sempat berdebat dengan beberapa miliser perihal efek krisis ini terhadapa Indonesia, saat itu banyak miliser yang Amerika sentris yang melecehkan pendapat saya yang mengatakan kalau krisis ini tidak akan memiliki dampak yang cukup berarti untuk Indonesia)

Krisis yang sama telah membuat negara-negara yang menggantungkan ekonominya pada ekspor (di kawasan katakan saja SIngapura dan Thailand) benar-benar babak belur dan menderita.

Cina adalah negara yang ekonominya didorong oleh ekspor, bukan impor. Impor Cina memang cukup besar juga, tapi barang-barang yang diimpor oleh Cina seperti gas, minyak, karet, baja dan berbagai bahan mentah lainnya bukan untuk sekedar dikonsumsi sendiri, melainkan digunakan untuk membuat produk yang diolah dan kemudian dilempar kembali ke pasar luar negeri.

Pada sisi lain, pada kenyataannya, ekonomi dunia adalah “buyer market” – bukan “seller market”. Di pasar Internasional, jauh lebih mudah menemukan penjual ketimbang pembeli.

Cina sendiri bukan hanya sekedar negara produsen, tapi negara produsen raksasa yang benar-benar menggantungkan ekonominya pada kekuatan produksi. Lalu dengan status se-raksasa itu kita pun tentu bertanya, siapakah yang menjadi pembeli terbesar yang memiliki kemampuan memadai untuk menampung produk Cina yang memiliki skala raksasa itu?… jawabannya adalah AMERIKA.

Walmart jaringan supermarket terbesar di Amerika adalah distributor terbesar di dunia untuk barang-barang produksi Cina, sebegitu besarnya sampai nilai produk Cina yang didistribusikan Walmart bahkan lebih besar daripada ekspor Cina ke Jerman.

Dari segi ini, kita bisa melihat bahwa antara Cina dan Amerika terjadi hubungan yang dalam pelajaran biologi disebut simbiosis mutualisme, orang Amerika senang ke Walmart karena harga produk di sana murah. Dan bagi Cina – Walmart adalah motor penggerak ekspor yang menopang ekonomi negara itu.

Tapi masalahnya hubungan seperti ini sifatnya sangatlah rentan alias rapuh, karena dalam situasi seperti ini, nasib Cina adalah nasib Amerika. Amerika berhenti membeli berarti produk Cina tidak akan laku, artinya menjadi sampah.

Rentannya hubungan seperti ini tampaknya sangat disadari oleh Cina, pada sisi lain, mereka juga sadar, adalah sama sekali tidak mungkin untuk memacu kemampuan konsumsi warganya secara instant agar mampu mengimbangi dahsyatnya kemampuan produksi negara itu.

Lalu apa solusi yang harus diambil dalam menghadapi situasi seperti ini, PERLUAS dan kalau perlu CIPTAKAN PASAR BARU! Dan inilah yang tampaknya belakangan ini sedang dilakukan dengan gencar dan agresif oleh Cina (salah satunya dengan bergabung di CAFTA). Untuk mencapai maksud ini Cina bahkan merambah wilayah Asia Tengah dan Afrika, yang selama ini banyak dilupakan oleh kekuatan tradisional ekonomi dunia, seperti

Melihat perkembangan aktivitas yang dilakukan oleh Cina ini, Amerika patut ketar-ketir. Karena dengan agresifnya Cina menyebarkan pengaruh ini, negara-negara yang selama ini bisa dengan mudah disetir oleh Amerika dengan memaksakan demokrasi ala mereka dengan berbagai ancaman, sekarang jadi punya alternatif lain. Sekarang, kalau Amerika menekan sebuah negara terlalu keras dengan alasan HAM dan demokrasi, negara yang bersangkutan akan dengan mudah berpaling ke Cina.

Ambil contoh Indonesia misalnya, sekarang Amerika pasti ketar-ketir jika terlalu keras menekan Indonesia. Mereka pasti berhitung, bagaimana kalau nanti Indonesia mengancam balik dan mengatakan bukan hanya ingin sekedar menandatangani perjanjian perdagangan dengan Cina, tapi juga berencana melakukan kerja sama militer. Jika ini dilakukan oleh Indonesia, Cina juga pasti akan sennang sekali, karena dengan posisi geografisnya yang sangat strategis, Indonesia akan bisa menghadang pengaruh Australia di Selatan. Apalagi kemudian faktanya Indonesia memiliki sumber daya energi yang sangat dibutuhkan Cina.

Keagresifan Cina ini bisa jadi semakin membuat gusar Amerika karena faktanya selama ini, sejarah menunjukkan, dari semua musuh Amerika, hanya Cinalah yang benar-benar bisa membuat Amerika limbung.

Dulu suatu ketika (seperti AC Milan) pernah ada Uni Sovyet yang pernah menjadi superpower menandingi Amerika, tapi sejarah juga menunjukkan kalau dalam perkembangan selanjutnya Uni Soviet hancur berantakan, kalah dalam permainan politik internasional dengan Amerika.

Dulu ada Sukarno yang begitu garang menyuarakan sikap anti Amerika, tapi kemudian dia pun selesai, digulingkan oleh Soeharto yang oleh banyak peneliti independen disinyalir dibekingi CIA, dan secara tragis Soeharto juga kemudian dia pun terjembab oleh orang yang dulu menaikkannya.

Lalu dalam kelompok anti Amerika ini, ada negara-negara Islam seperti Iran, tapi sayangnya negara ini hanya bisa melawan dengan sikap dan kata-kata tanpa pernah benar-benar bisa menyakiti Amerika. Dalam kelompok ini ada juga Iraq dengan Saddam Hussein-nya, tapi sejarah kembali menunjukkan kalau di amblas remuk hancur lebur dihina Amerika dan Irak yang dulu tampak begitu perkasa pun menjadi negara tak bertuan yang babak belur sampai hari ini.

Di belahan dunia lain ada Che Guevara dan Fidel Castro yang setengah mati melawan pengucilan Amerika, di Chili ada Alliande yang senasib dengan Soekarno terkapar di K.O oleh Pinochet yang seperti Soeharto sama-sama dibekingi CIA.

Lalu bagaimana dengan Cina?. Saat masih dipimpin oleh Mao Tse Tung, Cina pernah secara gemilang berhasil mengalahkan Amerika dalam perang Korea. Saat itu tentara Cina berhasil membunuh banyak tentara Amerika yang dipimpin oleh Jendral Mac Arthur yang legendaris, yang mencari gara-gara untuk berperang melawan Cina.

Tapi meskipun menang, Cina malah menjadi sangat menderita sebagai akibat dari pertempuran yang dimenangkannya itu. Akibat dari perang melawan Amerika itu, Cina jadi berhutang banyak pada Uni Soviet yang memberinya hutang senjata. Kemudian, Amerika yang sangat malu karena dikalahkan Cina pun semakin parah mengucilkan Cina. Lebih parah lagi kemudian hubungan antara Cina dan Soviet pun merenggang.

Masalah yang bertubi-tubi ini tentu membuat situasi yang dihadapi Cina menjadi sangat sulit. Tapi anehnya, meskipun begitu Cina di bawah pimpinan Mao tidak malah mengemis-ngemis minta dikasihani oleh Uni Soviet. Mereka juga sama sekali menolak untuk pun mundur dari tantangan Amerika. Dalam menghadapi situasi seperti itu, Cina malah menutup diri, bekerja keras dan kemudian Cina membayar lunas semua hutangnya kepada Uni Soviet.

Cina di bawah Mao saat itu mirip seperti tim Inter Milan yang merupakan tim favorit saya di Liga Italia. Dipuntir begini, diisolasi begitu, di kata-katain begini begitu, tetap saja tidak bergeming.

Setelah diperlakukan sedemikian rupa, tapi tidak juga hancur. Seperti Juventus dan AC Milan di Liga Italia yang mati kutu menghadapi Inter Milan dengan Jose Mourinho-nya (sayangnya dua hari yang lalu Inter dikalahkan Roma), Amerika sendiri pun akhirnya mati kutu menghadapi Cina dengan Mao-nya.

Dua kali berperang melawan Cina di bawah Mao, Amerika kalah total, baik di Korea maupun di Vietnam. Di Vietnam Cina membantu menyelundupkan senjata, tapi akhirnya Cina ikut masuk memerangi dan mengalahkan Vietnam setelah Vietnam mulai membunuhi orang-orang etnis Cina di Vietnam.

Keberhasilan Cina mengalahkan Vietnam ini seperti menampar Amerika dengan telak di wajah. Dengan keberhasilannya di Vietnam itu, Cina seolah-olah sedang mengajari Amerika berperang. Karena sebagaimana kita ketahui bersama, selain John Rambo yang perkasa dan tak terkalahkan, tentara yang tergabung dalam pasukan Amerika yang lain semua mati kutu di Vietnam (baca : http://www.onwar.com/aced/data/charlie/chinavietnam1979.htm)

Akhirnya, mau tidak mau, Amerika melalui Nixon terpaksa berkunjung ke Cina pada tahun 1972. Presiden Amerika, mengunjungi negara penganut ideologi komunias yang sagat dibencinya, membuat orang pun tidak bisa tidak, membaca kalau kunjungan Amerika ini tidak lain adalah “pengakuan Amerika atas kehebatan Cina di bawah Mao”.

Dalam pertarungan melawan Amerika, Cina pasca Mao malah makin menggila. Cina pasca-Mao ini malah berhasil menisbikan kebijakan moneterisme di Amerika dengan cara meng-peg mata uangnya (ini membuat Amerika sangat gusar, bahkan beberapa hari yang lalu kita membaca berita Amerika mengancam akan melaporkan Cina ke WTO). Cina berhasil memaksa Inggris dan Portugis mengembalikan Hong Kong dan Makau kepada mereka, Cina berhasil menggerogoti pengaruh Amerika di Asia Tenggara. Cina juga berhasil menggoyang loyalitas sekutu Amerika, contohnya Australia yang takut ekspor bajanya terganggu secara nyata mengatakan kalau mereka tidak akan ikut-ikutan kalau Amerika berperang melawan Cina.

Sial untuk Amerika, ketika Cina demikian lucu-lucunya, yang dengan agresif melebarkan pengaruh dalam politik luar negeri, Amerika si super power malah dipimpin oleh Barrack Hussein Obama, presiden yang meskipun memiliki latar belakang sangat menginternasional tapi kenyataannya spesialisasinya adalah pada isu-isu domestik saja. Bukti paling nyata dari hal ini adalah bagaimana Obama menghabiskan satu tahun pertama masa pemerintahannya hanya untuk menggoalkan UU jaminan kesehatan yang adalah permasalahan domestik. Pilihan yang membuat mereka semakin tertinggal oleh Cina dalam berebut pengaruh di dunia.

Wassalam

Win Wan Nur
Fans Inter Milan yang Suka Mengamati Apa Saja.

www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com

0 komentar: